India berencana untuk menaikkan pajak impor minyak nabati. Artinya, pajak impor crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah yang juga merupakan minyak nabati akan meningkat.
Kenaikan pajak impor ini berpotensi memengaruhi ekspor CPO Indonesia. Pasalnya, India merupakan tujuan terbesar ekspor CPO dan produk turunannya (lhat grafik).
India masih menjadi negara tujuan ekspor terbesar CPO Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), India telah menjadi importir utama minyak sawit Indonesia sejak tahun 2012.
Pada 2021, India mengimpor sekitar 3 juta ton CPO dengan nilai mencapai US$ 3,28 miliar. Angka ini terus meningkat, dengan 5 juta ton CPO pada 2022 senilai US$ 5,32 miliar.
Namun, pada 2023, meski volume impor meningkat menjadi 5,4 juta ton, harga CPO turun, sehingga pendapatan ekspor Indonesia hanya mencapai US$ 4,52 miliar.
Pada 14 September 2024, pemerintah India menaikkan pajak impor untuk CPO, minyak kedelai mentah, dan minyak bunga matahari dari 5,5% menjadi 27.5%. Sementara itu minyak olahan dari ketiganya dikenaikan pajak impor sebesar 35,75%.
Ekspor minyak sawit mentah atau CPO dan turunannya di tahun 2024 menunjukkan tren yang signifikan. Berdasarkan data dari BPS, India menjadi negara tujuan ekspor terbesar dengan volume 4,27 juta ton, disusul oleh Pakistan dengan volume 3 juta ton.
Di posisi ketiga terdapat Tiongkok dengan volume 2,36 juta ton, Amerika Serikat berada di posisi keempat dengan volume 1,4 juta ton, dan Bangladesh berada di posisi kelima dengan volume 1,02 juta ton. Sementara itu, Mesir, Vietnam, Rusia, Myanmar, dan Arab Saudi berada di posisi keenam hingga kesepuluh.
Data ini menunjukkan bahwa ekspor CPO dan turunannya masih menjadi komoditas yang penting bagi Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah perlu terus meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi CPO dan turunannya untuk meningkatkan daya saing di pasar internasional.