Surplus Neraca Perdagangan Indonesia April 2025 Menyusut
JAKARTA – Neraca perdagangan Indonesia masih mencatatkan surplus pada April 2025, namun nilainya menurun signifikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), surplus neraca perdagangan bulan tersebut tercatat sebesar US$ 160 juta, menjadi yang terendah sejak Mei 2020.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menjelaskan bahwa penyusutan surplus ini terjadi karena penurunan kinerja ekspor dan peningkatan impor secara bulanan. Nilai ekspor Indonesia pada April 2025 tercatat sebesar US$ 20,74 miliar atau turun 10,77% dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai US$ 23,24 miliar.
Sementara itu, nilai impor meningkat 8,1% menjadi US$ 20,58 miliar dari sebelumnya US$ 18,92 miliar. Menurut data BPS, golongan barang yang meningkat signifikan adalah impor logam mulia dan perhiasan/permata yang mencapai US$ 1,36 miliar pada bulan April dari bulan Maret yang hanya US$ 0,60 miliar. Untuk periode Januari-April, peningkatan impor segmen ini mencapai 253,57% menjadi US$ 2,88 miliar dari periode sebelumnya yang hanya US$ 0,81 miliar.
Secara rinci, surplus neraca perdagangan lebih banyak disumbang oleh komoditas non-migas sebesar US$ 1,51 miliar, meski lebih rendah dibanding bulan sebelumnya yang mencapai US $ 6 miliar. Komoditas utama penyumbang surplus antara lain bahan bakar mineral (HS 27), lemak dan minyak hewani/nabati (HS 15), serta besi dan baja (HS 72). Di sisi lain, neraca perdagangan migas mencatatkan defisit sebesar US$ 1,35 miliar, turun dari bulan sebelumnya yang mencapai defisit US$ 1,67 miliar.
Kinerja Ekspor Januari-April 2025 Masih Tumbuh
Meski surplus bulanan melemah, kinerja ekspor secara kumulatif Januari hingga April 2025 menunjukkan pertumbuhan positif. BPS mencatat total ekspor Indonesia dalam periode tersebut mencapai US$ 87,36 miliar, meningkat 6,65% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (US$ 81,92 miliar).
Kontribusi terbesar berasal dari ekspor non-migas yang mencapai US$ 82,56 miliar, tumbuh 7,68% secara tahunan. Peningkatan ini didorong oleh sektor industri pengolahan sebesar US$ 68,84 miliar (naik 16,08%) dan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar US$ 2,17 miliar (naik 46,55%). Sementara itu, ekspor sektor pertambangan dan lainnya mengalami penurunan 27,30% menjadi US$ 11,55 miliar.
Komoditas unggulan ekspor non-migas mencakup minyak kelapa sawit, logam dasar bukan besi, kimia dasar organik berbasis hasil pertanian, nikel, serta semikonduktor dan komponen elektronik lainnya.
Amerika Serikat Jadi Mitra Dagang Surplus Tertinggi
Selama Januari hingga April 2025, Amerika Serikat menjadi negara mitra dagang dengan surplus neraca perdagangan non-migas terbesar bagi Indonesia, yakni mencapai US$ 6,42 miliar. Kontribusi surplus ini berasal dari ekspor mesin dan perlengkapan elektrik (HS 85) sebesar US$ 1,25 miliar, alas kaki (HS 64) sebesar US$ 838,4 juta, dan pakaian rajutan (HS 61) sebesar US$ 801,4 juta.
India menyusul dengan surplus sebesar US$ 4 miliar, terutama dari ekspor bahan bakar mineral (HS 27), lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15), serta besi dan baja (HS 72). Sedangkan Filipina mencatatkan surplus sebesar US$ 2,92 miliar, didukung oleh kendaraan dan bagiannya, bahan bakar mineral, serta lemak dan minyak nabati.
Sebaliknya, China menjadi negara penyumbang defisit perdagangan non-migas terbesar bagi Indonesia dengan nilai mencapai US$ 6,9 miliar. Defisit ini banyak dipengaruhi oleh impor mesin dan peralatan mekanis (HS 84), mesin dan perlengkapan elektrik (HS 85), serta kendaraan dan bagiannya (HS 87). Australia dan Hong Kong masing-masing menyusul dengan defisit sebesar US$ 1,57 miliar dan US$ 485,5 juta.