Indonesia saat ini merupakan penghasil dan pengekspor kelapa dan produk turunannya yang terbesar kedua di dunia, setelah Filipina. Pengusahaan kelapa di Indonesia melibatkan lebih dari 5,6 juta rumahtangga petani, yang mengelola 98,95% kebun kelapa.
Tahun 2014 mencatatkan angka produksi tertinggi selama dekade terakhir, yakni mencapai 3.005,9 ribu ton. Namun, tren menurun terlihat jelas setelahnya. Produksi mengalami penurunan bertahap hingga mencapai titik terendah pada tahun 2020, yaitu sebesar 2.811,9 ribu ton.
Setelah tahun 2020, produksi kelapa mulai menunjukkan tren pemulihan. Pada tahun 2021, produksi naik menjadi 2.853,3 ribu ton dan terus meningkat di tahun-tahun berikutnya hingga mencapai 2.890,9 ribu ton pada 2023.
Berdasarkan data dari BPS dan Kementerian Pertanian, Provinsi Riau menempati peringkat pertama sebagai penghasil kelapa terbesar di Indonesia tahun 2023, dengan total produksi mencapai 406,9 ribu ton.
Data ini juga mencerminkan bahwa produksi kelapa tidak hanya terpusat di satu wilayah, melainkan tersebar di berbagai pulau besar seperti Sumatra, Sulawesi, Jawa, dan Maluku. Hal ini menandakan bahwa potensi pengembangan komoditas kelapa masih sangat terbuka lebar di banyak daerah.
Meski menjadi penghasil kelapa terbesar kedua dunia, belakangan terjadi kelangkaan kelapa di dalam negeri. Selain karena penambahan ekspor, kelangkaan juga terjadi karena penurunan produksi.
Produksi kelapa sedang turun karena cuaca ekstrem (El Nino), yang mempengaruhi pertumbuhan pohon kelapa. Produksi kelapa sempat turun rata-rata 0,65% per tahun selama 2020–2024.
Selain itu, harga kelapa yang rendah dalam beberapa tahun terakhir membuat banyak petani beralih ke tanaman lain seperti sawit atau padi. Luas kebun kelapa pun berkurang rata-rata 0,45% per tahun. Produktivitas kelapa di Indonesia juga tergolong rendah, hanya sekitar 1,1 ton per hektare per tahun — masih di peringkat ke-10 dunia.