Total Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) turun dalam lima bulan berturut-turut dari angka tertinggi hingga April 2025. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), total SRBI mencapai Rp 881,81 triliun per April 2025.
Secara bulanan, rekor tertinggi outstanding SRBI tercapai pada November 2024 yang mencapai Rp 969,16 triliun. Sejak November, total SRBI yang beredar terus berkurang.
Dalam lima bulan, total SRBI berkurang Rp 87,35 triliun. Bank yang merupakan pemilik terbesar SRBI juga mencatat rekor kepemilikan per November 2024 yang sebesar Rp 601,69 triliun.
Meski tidak turun secara beruntun, kepemilikan bank pada SRBI juga turun dalam lima bulan terakhir. Penurunan kepemilikan SRBI oleh bank menyusut Rp 52,6 triliun dalam lima bulan hingga April 2025 menjadi Rp 549,09 triliun.
Penurunan juga terjadi pada nonbank dan asing. Pada periode yang sama, kepemilikan nonbank domestik pada SRBI susut Rp 4,94 triliun menjadi Rp 79,94 triliun. Sedangkan kepemilikan asing pada SRBI menyusut Rp 31,58 triliun menjadi Rp 212,12 triliun.
BI berniat mengurangi outstanding SRBI agar likuiditas lebih banyak diserap oleh masyarakat.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI Erwin Gunawan Hutapea mengungkapkan, pengurangan outstanding SRBI secara bertahap agar likuiditas menjadi longgar dan likuiditas bisa mengalir ke industri dan masyarakat.
“Karena kuncinya dilonggarkan, likuiditasnya akan mengalir ke industri itu lebih banyak. Nah sehingga sebagai bagian dari upaya itu, untuk SRBI secara bertahap BI melakukan penurunan outstanding,” tutur Erwin dalam Taklimat Media BI, Rabu (7/5).
Erwin menambahkan, penurunan penerbitan SRBI ini menunjukkan upaya BI untuk melepaskan likuiditas agar dapat dimanfaatkan oleh perbankan. Maka dari itu, perbankan bisa menyalurkan lebih banyak kreditnya kepada industri dan masyarakat.
“Volume pasar uang terjaga cukup baik sebagai refleksi dari market yang well functioning, volume pasar valasnya juga meningkat, menunjukkan bahwa pasar kita mampu memfasilitasi pihak-pihak, baik itu korporasi,” imbuh Erwin.
Sejalan dengan itu, Erwin juga menyebut bahwa tujuan penurunan outstanding SRBI adalah karena BI ingin mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal ini karena, meskipun sudah ada insentif Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM) yang dikeluarkan oleh BI, perbankan masih seret menyalurkan kreditnya.
Sebagaimana diketahui, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 tercatat sebesar 4,87% year on year (yoy). Pertumbuhan ekonomi ini tercatat lebih rendah dibanding kuartal IV-2024 yang tumbuh 5,02% yoy, dan juga lebih rendah dibanding kuartal I-2024 yang mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,11% yoy.