Indonesia mencatat surplus perdagangan US$ 0,16 miliar pada April 2025. Ini adalah surplus neraca dagang terendah Indonesia sejak Mei 2020. Salah satu penekan surplus perdagangan Indonesia di Bulan April 2025 adalah lonjakan impor barang golongan logam mulia dan perhiasan/permata.
Nilai impor logam mulia dan perhiasan.permata mencapai US$ 1,36 miliar paa April 2025. Angka ini melonjak 128,06% ketimbang Maret 2025 yang mencapai US$ 597 juta.
Bahkan secara tahunan, impor logam mulai dan perhiasan/permata ini melonjak 449,61% atau lebih dari lima kali lipat secara tahunan ketimbang US$ 247,7 juta pada April 2024.
Sementara ekspor logam mulai dan perhiasan/permata pada April 2025 sebesar US$ 652,2 juta. Ekspor golongan barang ini naik 26,56% secara bulanan tetapi turun 27,04% secara tahunan.
Dengan lonjakan impor tersebut, golongan barang logam mulai dan perhiasan/permata mencatat defisit perdagangan sebesar US$ 709,2 juta.
Ini adalah defisit perdagangan logam mulia dan perhiasan/permata terbesar secara bulanan. Padahal jika ditelisik dari data Badan Pusat Statistik, Indonesia masih mengekspor logam mulai dan perhiasan/permata US$ 1,36 miliar pada Maret 2024 dengan impor yang tidak masuk 10 besar golongan barang impor di bulan yang sama.
Defisit jumbo ini terjadi di tengah harga emas yang lagi tinggi Secara tahunan, harga emas melonjak lebih dari 44% menjadi US$ 3.353 per ons troi pada Selasa (3/6).
Para investor melirik emas sebagai instrumen investasi ketika pasar finansial bergejolak sejak awal April. Di awal April lalu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan tarif impor bagi banyak negara.
Tarif impor dan resiprokal ini disambut dengan tarif balasan berbagai negara. Alhasil, kondisi perdagangan dunia cenderung turun di tengah proses negosiasi dan aksi saling balas.