Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja saham perbankan sepanjang 2025 bergerak tidak seragam. Di saat saham bank-bank besar cenderung melemah, saham bank digital justru mencuri perhatian.
Jika melihat kinerja sepanjang 2025, saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) menjadi satu-satunya big four banks yang masih membukukan kenaikan tipis sebesar 0,46%. Sebaliknya, saham bank besar lainnya mengalami penurunan, dengan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) turun 16,54%, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) melemah 10,53%, dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) turun 10,29% secara year to date.
Kondisi berbeda terlihat pada saham bank digital. Sepanjang 2025, kinerjanya jauh lebih kuat. Saham PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) melonjak 120,18% secara YtD, menjadi salah satu yang tertinggi di sektor perbankan. PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) juga mencatatkan kenaikan besar, yakni 112,86%. Sementara itu, PT Bank Amar Indonesia Tbk (AMAR) naik 15,18% dan PT Bank Aladin Syariah Tbk (BANK) tumbuh 15,15% ke level Rp 950.
Adapun saham bank dengan kenaikan tertinggi sepanjang 2025 adalah PT Bank Permata Tbk (BNLI). Saham BNLI melesat 444,97% secara YtD dan ditutup di Rp 5.150 per saham.
Baca Juga: IHSG Ditutup Menguat Tipis di Perdagangan Akhir Tahun 2025
Lonjakan tajam tersebut membuat BNLI jauh meninggalkan bank-bank lapis dua (second liner) lainnya. Secara umum, pergerakan saham di kelompok bank lapis dua cukup beragam. Beberapa yang masih mencatatkan kenaikan antara lain PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP) yang naik 4,18% ke Rp 1.370, PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) yang menguat 3,47% ke Rp 1.790, serta PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) yang naik 3,07% ke Rp 1.175.
Namun, tidak sedikit bank lapis dua yang masih mencatatkan penurunan. PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) turun 18,32% ke Rp 2.230, PT Bank Jago Tbk (ARTO) terkoreksi 18,72% ke Rp 1.975, dan PT Bank Pan Indonesia Tbk (PNBN) turun cukup dalam sebesar 41,94% ke Rp 1.080.
Apa Kata Analis?
Founder Republik Investor, Hendra Wardana, menjelaskan bahwa kinerja perbankan sepanjang 2025 dipengaruhi oleh perubahan strategi industri. Menurutnya, bank lebih berhati-hati dan fokus menjaga kualitas bisnis.
“Sepanjang 2025, bank cenderung fokus pada efisiensi biaya, kualitas aset, dan penguatan permodalan. Itu yang membuat laba tetap solid meski kredit tumbuh terbatas,” ujar Hendra kepada Kontan, Selasa (30/12).
Hendra menambahkan, bank-bank besar seperti BBCA, BMRI, dan BBRI masih unggul dari sisi laba dan konsistensi pembagian dividen. Hal ini membuat saham-saham tersebut tetap menarik sebagai pilihan jangka menengah hingga panjang.
Baca Juga: Rupiah Akhir 2025: Menguat 0,10% di Perdagangan Terakhir, Pelemahan Tahunan 3,96%
Dari sisi pergerakan harga saham, Hendra menilai tahun 2025 menjadi tahun yang menuntut selektivitas bagi investor. Saham BMRI dinilai relatif lebih stabil karena didukung pemulihan kredit korporasi dan proyek infrastruktur.
“Mandiri diuntungkan oleh pemulihan proyek-proyek besar dan kredit korporasi, sehingga pergerakan sahamnya lebih terjaga,” katanya.
Sebaliknya, saham BBCA dan BBRI sempat tertekan oleh aksi jual investor asing, terutama menjelang akhir tahun. Meski demikian, tekanan tersebut dinilai bukan karena penurunan kinerja bank.
“Itu lebih ke aksi ambil untung dan rebalancing portofolio, bukan karena penurunan fundamental,” jelasnya.
Sementara itu, saham bank lapis dua dan bank digital cenderung bergerak lebih fluktuatif. Menurut Hendra, hanya bank tertentu yang mampu mencatatkan kinerja positif, biasanya karena memiliki sentimen khusus seperti perbaikan kinerja atau aksi korporasi.
Baca Juga: Grafik Harga Emas Antam Hari Ini (30 Desember 2025), Naik atau Turun?
Prospek 2026
Memasuki 2026, Hendra menilai prospek sektor perbankan masih cukup positif meski tetap ada tantangan. Penurunan suku bunga berpotensi menekan margin bunga bersih (NIM) dalam jangka pendek, namun di sisi lain bisa mendorong pertumbuhan kredit, terutama kredit konsumsi dan korporasi.
“Bank besar tetap relevan sebagai pilihan defensif. Skala bisnis, basis dana murah, dan konsistensi dividen menjadi keunggulan utama,” tutur Hendra.
Ia memperkirakan BBCA akan tetap menjadi penopang stabilitas portofolio investor, sementara BMRI berpeluang menjadi pendorong pertumbuhan jika kredit korporasi kembali meningkat. Adapun BBRI dinilai masih memiliki peluang pemulihan jika kualitas aset dan biaya risiko membaik.
Di sisi lain, tahun 2026 juga berpotensi menjadi masa seleksi bagi bank digital dan bank lapis dua. Hendra menilai, bank digital harus mampu meningkatkan pendapatan non-bunga dan membuktikan arah profitabilitas yang jelas.
“Potensinya besar, tapi risikonya juga tinggi,” ujarnya.
Sementara itu, bank lapis dua yang memiliki katalis jelas, seperti konsolidasi, efisiensi, atau perbaikan fundamental, dinilai masih berpeluang menarik minat investor.
“Strategi 2026 tetap selektif. Bank besar cocok menjadi fondasi portofolio, sementara peluang taktis bisa diambil pada bank yang punya katalis pertumbuhan terukur,” tutup Hendra.
Selanjutnya: Harga Emas Meroket, Warga India Lebih Pilih Batangan dan Koin Emas Daripada Perhiasan
Menarik Dibaca: 14 Cara Menerapkan Self Love yang Bisa Dicoba
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
