Reporter: Adzira Febriyanti, Handoyo | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas baja dan aluminium diperkirakan melemah hingga akhir tahun 2025.
Hal ini terjadi akibat kombinasi dua faktor utama, yaitu perluasan tarif impor oleh Amerika Serikat dan surplus produksi dari China yang terus membanjiri pasar global.
AS Perluas Tarif 50% untuk 407 Kategori Produk
Departemen Perdagangan Amerika Serikat secara resmi memperluas tarif 50% terhadap baja dan aluminium. Kebijakan ini kini mencakup 407 kategori produk baru, mulai dari suku cadang mobil, bahan kimia, plastik, hingga komponen furnitur.
Berbeda dengan lonjakan harga yang sempat terjadi pada komoditas lain, seperti tembaga dan emas ketika kebijakan tarif diumumkan, harga baja dan aluminium justru mengalami tekanan.
Baca Juga: Saham GOTO Stabil, BELI dan BUKA Terkoreksi di Tengah Lonjakan Transaksi E-Commerce
Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, menilai bahwa dampak tarif ini justru menekan harga.
“Tarif aluminium dan baja telah berlaku sebelumnya dan kini hanya diperluas, sehingga dampaknya justru langsung menurunkan harga,” jelas Lukman kepada KONTAN, Rabu (20/8/2025).
Surplus Produksi China Jadi Penekan Utama
Selain tarif, sentimen utama yang membebani harga baja dan aluminium adalah surplus produksi dari China. Meski pemerintah China telah berupaya mengatasi masalah over capacity, produksi baja negara tersebut masih berada di atas 1 miliar ton per tahun.
Hal ini menambah tekanan di pasar global, di mana pasokan yang melimpah membuat harga sulit untuk kembali menguat.
Saham Sektor Baja Ikut Terkoreksi
Dampak tekanan harga juga tercermin pada pergerakan saham emiten baja di Bursa Efek Indonesia. Hingga pukul 16:00 WIB, Rabu (20/8), mayoritas saham sektor baja berada di zona merah.
Berikut rangkuman pergerakan harga saham baja dan aluminium:
-
PT Krakatau Steel Tbk (KRAS): Rp 288 per saham, turun 3,36%. Saham sempat menyentuh level tertinggi Rp 300 sebelum melemah.
-
PT Saranacentral Bajatama Tbk (BAJA): Rp 131 per saham, turun 2,24% dari penutupan sebelumnya.
-
PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk (GDST): Rp 109 per saham, melemah 0,91%, menjadi penurunan terdangkal di sektor ini.
-
PT Alumindo Light Metal Industry Tbk (ALMI): stagnan di Rp 0 per saham, tidak berubah dibanding penutupan Selasa (19/8).
-
PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk (ISSP): datar di Rp 390 per saham, stabil 0,00%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
