Reporter: Anna Suci Perwitasari, Chelsea Anastasia | Editor: Hasbi Maulana
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sepanjang pekan ini menunjukkan pergerakan yang fluktuatif terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Meskipun berhasil menguat tipis 0,04% secara harian pada Jumat (11/7) dan ditutup di level Rp 16.218 per dolar AS di pasar spot, rupiah justru melemah 0,2% dalam sepekan. Data Jisdor BI juga mencatat pelemahan 0,1% minggu ini, di level Rp 16.221 per dolar AS.
Katalis utama di balik volatilitas ini adalah ketidakpastian kebijakan tarif AS di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump.
Baca Juga: Kode SWIFT Bank di Indonesia, Daftar Komplet dan Segala Hal yang Perlu Anda Ketahui
Ancaman Tarif Trump dan Dampaknya pada Rupiah
Pengamat mata uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, menjelaskan bahwa penguatan dolar AS pekan ini dipicu oleh pengumuman tarif perdagangan dari Presiden Trump. Investor kini bersiap menghadapi tindakan lebih lanjut yang dapat memengaruhi pasar global.
Trump diketahui mulai mengirimkan surat tarif kepada mitra dagang utama pada awal pekan ini.
Salah satu yang paling disorot adalah pengumuman tarif 50% untuk impor tembaga, yang akan efektif berlaku pada 1 Agustus 2025. Kebijakan ini berpotensi memicu gejolak baru dalam rantai pasok global.
Geopolitik dan Impor Elektronik: Tantangan Domestik dan Global
Baca Juga: Mahir ChatGPT, Tips dan Contoh Menuliskan Prompt agar Jawaban Akurat dan Memuaskan
Selain tarif AS, ketegangan geopolitik di Timur Tengah, khususnya perang Israel terhadap Hamas, juga belum menunjukkan tanda-tanda mereda.
Upaya gencatan senjata yang dimediasi AS belum membuahkan hasil signifikan, menjaga tingkat ketidakpastian global tetap tinggi.
Dari sisi domestik, ada kekhawatiran baru yang muncul. Ibrahim Assuaibi menyoroti maraknya impor produk elektronik dari China, Thailand, dan Vietnam yang berpotensi membanjiri pasar Indonesia.
Mengingat negara-negara tersebut juga terkena dampak tarif Trump, mereka kemungkinan akan mencari pasar besar yang mudah diakses seperti Indonesia setelah 1 Agustus 2025.
"Negara-negara produsen kompetitor Indonesia itu akan mencari pasar besar yang mudah diakses setelah Trump menerapkan tarif tinggi per 1 Agustus 2025. Pemerintah harus siap," tegas Ibrahim.
Ini menjadi peringatan penting bagi pemerintah Indonesia untuk mempersiapkan strategi mitigasi dampak kebijakan dagang global.
Baca Juga: Hacker Pembobol Bursa Kripto GMX Kembalikan US$40 Juta Setelah Terima Tawaran Hadiah
Pergerakan Mata Uang Asia yang Beragam
Pergerakan mata uang di Asia pada Jumat (11/7) juga bervariasi. Baht Thailand menjadi mata uang dengan penguatan terbesar, melonjak 0,27%. Diikuti oleh yuan China yang terkerek 0,11% dan dolar Taiwan yang menanjak 0,09%.
Di sisi lain, yen Jepang menjadi mata uang dengan pelemahan terdalam, turun 0,45%. Ringgit Malaysia terkoreksi 0,33%, sementara rupee India, won Korea Selatan, dolar Singapura, peso Filipina, dan dolar Hong Kong juga mengalami depresiasi tipis terhadap dolar AS.
Proyeksi Rupiah Pekan Depan
Menghadapi berbagai ketidakpastian ini, Ibrahim Assuaibi memprediksi rupiah pada perdagangan pekan depan akan dibuka dalam rentang Rp 16.210 - Rp 16.250 per dolar AS.
Rentang ini mencerminkan fluktuasi yang masih akan terjadi seiring dengan perkembangan kebijakan global dan respons pasar domestik.
Bagi investor dan pembaca Kontan.co.id, sangat penting untuk terus memantau dinamika pasar global, terutama perkembangan kebijakan tarif AS dan dampaknya terhadap arus perdagangan internasional.
Kesiapan pemerintah dan pelaku usaha dalam menghadapi tantangan ini akan menjadi kunci stabilitas ekonomi Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News