Reporter: Dendi Siswanto, Siti Masitoh | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai impor non-minyak dan gas (migas) Indonesia dari Tiongkok masih mendominasi paling besar di antara negara lainnya. Dari total keseluruhan impor nonmigas, impor dari Tiongkok menduduki posisi pertama yakni mencapai porsi 35,20% dengan nilai sebesar US$ 5,34 miliar.
Secara total, neraca perdagangan barang Indonesia mencatatkan surplus US$ 2,39 miliar pada Juni 2024. Surplus neraca dagang ini turun US$ 0,54 miliar bila dibandingkan bulan Mei 2024 yang sebesar US$ 2,92 miliar. Secara tahunan surplus neraca dagang bulan Juni 2024 turun US$ 1,06 miliar jika dibandingkan dengan Juni 2023 yang mencapai US$ 3,45 miliar.
Surplus perdagangan ini terutama disokong oleh surplus neraca perdagangan nonmigas yang mencapai US$ 4,43 miliar pada Juni 2024. Surplus perdagangan nonmigas ini atau lebih tinggi bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar US$ 4,25 miliar, maupun bulan yang sama tahun lalu yang sebesar US$ 4,41 miliar.
Pada Juni 2024 impor nonmigas mencapai US$ 15,18 miliar, atau turun 8,83% bila dibandingkan Mei 2024. Impor nonmigas Juni 2024 naik 1,69% dibandingkan Juni 2023.
"Tiongkok masih menjadi negara utama asal impor nonmigas Indonesia dengan kontribusi mencapai 35,20% terhadap total impor nonmigas Indonesia sedikit lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 36,34%," ujar Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, Senin (15/7).
Baca Juga: Menciut, Surplus Neraca Dagang Indonesia Berlanjut di Bulan ke-50
Hanya saja, nilai impor nonmigas dari Tiongkok ini turun dibandingkan dengan Mei 2024 sebesar US$ 6,05 miliar. Tetapi, impor nonmigas dari China pada Juni 2024 lebih tinggi jika dibandingkan Juni 2023 mencapai US$ 4,85 miliar.
Di posisi kedua, impor paling banyak berasal dari Jepang yakni mencapai US$ 1,13 miliar atau berkontribusi sebesar 7,42% dari total impor nonmigas. Impor dari Jepang meningkat dari bulan sebelumnya yang mencapai US$ 1,04 miliar.
Di posisi ketiga yakni impor dari Singapura mencapai US$ 0,93 miliar, atau berkontribusi 6,13% dari total impor nonmigas ke Indonesia. Impor dari Singapura juga tercatat meningkat dari bulan sebelumnya yang hanya US$ 0,81 miliar.
Sementara itu, impor dari kawasan negara di ASEAN mencapai US$ 2,88 miliar, atau meningkat dari Mei 2024 yang mencapai US$ 2,84 miliar.
Impor dari Uni Eropa mencapai US$ 1,00 miliar atau menurun dari bulan sebelumnya yang sebesar US$ 1,10 miliar. Terakhir, impor nonmigas dari negara lainnya mencapai US$ 4,01 miliar, juga turun dari bulan sebelumnya yang mencapai US$ 4,81 miliar.
Defisit nonmigas
Neraca perdagangan non-minyak dan gas (migas) Indonesia ke sejumlah mitra dagang utama Indonesia tercatat defisit pada Juni 2024. Perdagangan Indonesia ke China, Australia, dan Thailand tercatat mengalami defisit paling dalam.
BPS mencatat, perdagangan Indonesia dengan China mengalami defisit sebesar US$ 0,693 miliar, Australia mengalami defisit sebesar US$ 0,331 miliar, dan Thailand mengalami defisit sebesar US$ 0,327 miliar.
“Defisit terdalam yang dialami dengan Tiongkok ini didorong oleh komoditas mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya (HS 84),” kata Amalia. Defisit juga disebabkan oleh mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya (HS 85), serta plastik dan barang dari plastik (HS 39).
Baca Juga: Surplus Neraca Dagang Terus Menyusut, Defisit Transaksi Berjalan Diproyeksi Melebar
Surplus nonmigas
Sementara itu, terdapat tiga negara yang menyumbang surplus neraca perdagangan nonmigas terbesar pada Juni 2024 yakni India, Amerika Serikat (AS) dan Filipina.
Neraca perdagangan nonmigas Indonesia dengan India tercatat surplus US$ 1.466,3 miliar, tetapi turun dari bulan sebelumnya yang sebesar US$ 1.552 miliar.
Adapun surplus perdagangan nonmigas Indonesia dengan Amerika Serikat tercatat sebesar US$ 1.216,7 miliar, atau naik dari bulan sebelumnya sebesar US$ 1.204,6 miliar.
Terakhir, surplus perdagangan nonmigas Indonesia dengan Filipina tercatat sebesar US$ 0,694 miliar, atau naik dari bulan sebelumnya sebesar US$ 0,739 miliar.
Amalia menyebut, surplus terbesar dengan India ini didorong oleh komoditas lemak dan minyak hewan nabati (HS 15) utamanya crude palm oil (CPO), bahan bakar mineral (HS 27), dan besi dan baja (HS 72).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News