Astra International (ASII) Terdepak, Ini 10 Saham Dengan Market Cap Terbesar BEI

23 Juli 2024 | 04:40 WIB
Astra International (ASII) Terdepak, Ini 10 Saham Dengan Market Cap Terbesar BEI
ILUSTRASI. Selain ASII, pergeseran juga terjadi pada empat saham dengan market cap terbesar di BEI.

Reporter: Shifa Nur Fadila | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Astra International Tbk (ASII) tergeser dari jajaran 10 emiten dengan nilai kapitalisasi pasar (market cap) terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Astra International bertengger pada peringkat 10 dalam jajaran emiten dengan nilai kapitalisasi pasar (market cap) terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI) per akhir Juni 2024. Tetapi pada Senin (22/7), ASII tidak ada di 10 besar dan digeser oleh PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dengan market cap sebesar Rp 188 triliun.

Sejak akhir Juni hingga Senin (22/7), harga saham ASII hanya naik 1,34%. Di periode yang sama, harga saham BBNI melonjak 9,44%. Lonjakan harga saham BBNI yang lebih besar ini menyebabkan market cap BBNI turut melonjak sehingga mampu melewati ASII.

Jika dibandingkan dengan posisi akhir tahun, harga saham BBNI turun 5,12%. Sedangkan harga saham ASII turun 20% sejak awal tahun.

Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham Bank Big Four yang Diproyeksi Pulih di Semester II-2024

Berikut 10 saham dengan kapitalisasi pasar terbesar BEI di akhir Juni 2024 dan Senin (22/7):

Juni 2024 22 Juli 2024
No Saham M.Cap (Rp triliun) No Saham M.Cap (Rp triliun)
1. BREN 1.348 1. BBCA 1.233
2. BBCA 1.211 2. BREN 1.211
3. TPIA 798 3. AMMN 810
4. AMMN 798 4. TPIA 809
5. BBRI 690 5. BBRI 737
6. BMRI 568 6. BMRI 619
7. BYAN 525 7. BYAN 583
8. TLKM 310 8. TLKM 307
9. DSSA 193 9. DSSA 222
10. ASII 181 10. BBNI 188

Selain ASII, pergeseran juga terjadi pada empat saham dengan market cap terbesar di BEI. Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menyalip posisi PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) di posisi pertama. 

Pergantian ini terjadi karena saham BREN yang cenderung turun dalam sebulan terakhir. Sementara harga saham BBCA justru meningkat. 

Di posisi ketiga dan keempat, saham PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) dan PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) bersaing ketat dengan nilai market cap yang tidak berbeda jauh. Pergerakan kedua saham ini pun cenderung sejalan. 

Equity Research Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer melihat, penurunan harga saham ASII membuatnya tidak lagi berada di jajaran top 10 market cap. Hal itu terjadi akibat respons dari penurunan kinerja di awal tahun ini.

"Selain itu prospek serta sentimen yang masih kurang optimal juga turut menekan harga pasar ASII di periode awal tahun kemarin," jelas Miftahul pada Kontan.co.id, Senin (22/7).

Meski begitu Miftahul berpendapat potensi rebound saham ASII masih cukup besar. Terlebih lagi dari segi valuasi ASII tergolong sudah cukup priced in dan tergolong undervalued. Selain itu juga ada kemungkinan besar akan ada perbaikan kinerja di akhir semester I. Penjualan mobil Astra pada Bulan Juni 2024 meningkat 6,3% menjadi 43.908 unit dibandingkan bulan sebelumnya.

"Di tambah lagi adanya gelaran Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) di awal Juli berpotensi mendatangkan momentum positif bagi Astra," ujar dia. 

Baca Juga: Enam Saham Bertukar Tempat, Ini Top 10 Market Cap IHSG Hingga Akhir Pekan

Direktur Ekuator Swarna Investama Hans Kwee juga berpendapat penurunan yang terjadi pada ASII ini disebabkan oleh sejumlah sentimen. Di antaranya adanya penurunan penjualan mobil secara nasional serta masuknya mobil listrik dari China pada pasar otomotif Indonesia.

"Selain itu juga ada faktor dari ruginya investasi pada GOTO dan asing yang mulai menjual saham ASII," ungkap Hans. 

Hans melihat tekanan pada ASII yang terjadi saat ini hanya bersifat sementara karena adanya pelemahan daya beli yang menekan penjualan. Di sisi lain, pada jajaran top 10 market cap di BEI Hans melihat  PT Bayan Resources Tbk (BYAN) berpotensi akan meningkat dari sisi kinerja dan sahamnya. Hal itu didorong dari harga batu bara yang dalam kondisi positif saat ini. 

"Sedangkan kalau BREN dan TPIA ini sahamnya bergerak anomali," ujarnya.

Hans juga melihat dari sisi valuasi PER PBV BREN sudah sangat tinggi dan mahal. Jadi jika terjadi profit taking harga sahamnya juga akan mengalami penurunan cukup dalam. Sedangkan untuk harga di pasar menurut Hans masih sulit diprediksi karena hal itu tergantung pelaku pasar dan kembali pada masing-masing fundamental perusahaan.

"Jadi kalau BREN ini harga valuasinya lebih mahal daripada pears," ucapnya. 

Baca Juga: Menakar Prospek Indeks Acuan Baru IDX Economic30

Sementara Senior Investment Information Mirae Aset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta mengatakan tren penurunan pada ASII ini sudah menjadi hal yang wajar. Penurunan harga saham ASII disebabkan oleh tingginya tingkat suku bunga yang mempengaruhi permintaan kredit pada industri otomotif.

Di sisi lain Nafan juga melihat adanya dinamika dari pemerintah yang berkomitmen dalam hilirisasi sumber daya alam nikel agar dapat diolah di dalam negeri. Hal itu diwujudkan dengan adanya pembangunan industrialisasi elektrikal secara terpadu.

Meski begitu Nafan berpendapat penurunan pada ASII ini relatif terbatas. Hal itu karena saat ini masih menantikan pelonggaran kebijakan moneter. Menurutnya hal tu akan kembali mendorong likuiditas ASII.

"Selain pelonggaran suku bunga juga akan ditopang pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diproyeksikan stabil," ungkap Nafan.

Nafan merekomendasikan untuk accumulative buy pada PT Astra International Tbk (ASII) dengan target harga Rp 4.640-Rp 5.075. Sementara Miftahul merekomendasikan untuk trading buy ASII dengan target harga Rp 4.640 per saham. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

BERITA TERKAIT
TERBARU
loading
Close [X]